Tren Ekbis

Harga Perak Cetak Rekor Lagi, Ini Rekomendasi Jual atau Beli

  • Pergeseran minat investor dari emas ke perak dipicu tekanan geopolitik, inflasi tinggi, serta pengetatan pasokan global.
perak.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Harga perak dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah setelah melonjak 6,29% ke level US$76,37 per ons troy. Sejak awal tahun, logam putih ini telah melonjak 159%, menjadikannya kinerja tahunan terbaik perak sejak 1979, sekaligus jauh mengungguli emas yang naik sekitar 70% year to date (YTD).

Lonjakan tajam menandai pergeseran signifikan preferensi investor global, dari emas ke perak, di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan tekanan geopolitik global. Reli harga perak tak lepas dari meningkatnya permintaan aset lindung nilai (safe haven). Investor global berbondong-bondong masuk ke logam mulia seiring memburuknya prospek ekonomi dunia.

Beberapa faktor utama pendorongnya antara lain inflasi global yang masih tinggi, ketegangan geopolitik lintas kawasan, serta lonjakan utang pemerintah di berbagai negara maju. Dalam kondisi ini, aset berbasis nilai riil seperti logam mulia kembali menjadi tujuan utama pelarian modal.

China dan AS Pengaruhi Harga

Tekanan pasokan semakin memperkuat reli harga perak. Mulai 1 Januari, pemerintah China mewajibkan izin khusus dari Kementerian Perdagangan China (Mofcom) untuk ekspor perak. Kebijakan ini diperkirakan akan memperketat pasokan global dan memberikan keuntungan bagi pemain besar yang memiliki akses perizinan. Padahal, China merupakan produsen perak terbesar kedua dunia, dengan produksi sekitar 3.300 ton pada 2024.

Langkah Beijing tersebut memperdalam kekhawatiran pasar akan defisit pasokan di tengah lonjakan permintaan global. Tidak seperti emas, perak memiliki karakter ganda sebagai logam mulia sekaligus komoditas industri strategis. Permintaan melonjak tajam, terutama dari sektor panel surya, kendaraan listrik, dan teknologi energi hijau.

Di sisi lain, cadangan perak global terus menyusut, menciptakan ketimpangan struktural antara pasokan dan permintaan. Kondisi inilah yang membuat reli perak dinilai bukan sekadar spekulatif, melainkan berbasis fundamental. Dari sisi moneter, pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) turut menjadi katalis utama. Turunnya imbal hasil aset berbunga membuat instrumen seperti obligasi dan deposito menjadi kurang menarik.

Dalam situasi ini, perak dan emas kembali dilirik sebagai alternatif penyimpan nilai yang lebih menarik di tengah pelemahan nilai mata uang fiat. Meski prospeknya menjanjikan, pasar perak dikenal memiliki volatilitas jauh lebih tinggi dibanding emas. Ukuran pasar yang lebih kecil membuat pergerakan harga mudah melonjak tajam, namun juga rentan terkoreksi ekstrem.

Sejarah mencatat peristiwa Silver Thursday pada 1980, ketika harga perak anjlok hingga 50% hanya dalam satu hari. Risiko ini menjadi pengingat bahwa reli tajam selalu diiringi potensi koreksi mendalam. Lonjakan harga perak turut mendorong saham-saham tambang. Hochschild Mining tercatat melesat hingga 128%.

Tak hanya itu, reli juga merembet ke komoditas lain. Platinum melonjak sekitar 40% dalam sebulan terakhir, sementara tembaga telah menguat 45% sejak awal tahun, menandakan sentimen positif yang meluas di pasar logam.

Rekomendasi Beli dan Jual

Penulis buku Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki, menjadi salah satu tokoh paling vokal merekomendasikan perak. Ia menyebut perak sebagai aset yang sangat layak dibeli, bahkan menyebutnya sebagai salah satu peluang investasi terbaik saat ini.

Kiyosaki menilai perak masih sangat terjangkau, memiliki permintaan industri tinggi, dan pasokan yang semakin terbatas. Ia memprediksi harga perak berpotensi naik dua hingga tiga kali lipat pada 2025.

Pandangan serupa juga disampaikan pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuabi, yang melihat pergeseran minat investor dari emas ke perak. Menurutnya, perak menjadi alternatif safe haven yang lebih terjangkau, terutama untuk investasi jangka menengah hingga panjang (3–5 tahun).

Meski didorong faktor struktural yang kuat, para analis mengingatkan investasi perak tidak lepas dari risiko. Volatilitas tinggi, likuiditas yang lebih rendah dibanding emas, serta spread jual-beli perak fisik yang bisa mencapai 20–30%, menjadi catatan penting bagi investor.

Para ahli menyarankan perak ditempatkan sebagai bagian dari strategi diversifikasi portofolio, bukan sebagai satu-satunya aset investasi. Kenaikan harga perak saat ini dinilai lebih solid dibanding reli spekulatif masa lalu. Kombinasi defisit pasokan, lonjakan permintaan industri, pengetatan ekspor China, serta pelonggaran moneter global menjadi fondasi utama penguatan harga.

Namun, investor tetap diingatkan untuk mewaspadai perubahan sentimen pasar dan potensi intervensi regulator. Peluang besar terbuka, tetapi risiko volatilitas ekstrem tetap menjadi bayangan yang tak bisa diabaikan.