Energi

Harga Emas Hitam Susut, Setoran PNBM Sektor ESDM Menciut

  • Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa penurunan PNBP tersebut terjadi di sektor mineral dan batu bara karena harga batu bara global turun.
1000436459.jpg
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers capaian kinerja Kementerian ESDM Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025. (TRENASIA/DEBRINATA )

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM 2024 turun menjadi Rp269,6 triliun dari perolehan tahun 2023 sebesar Rp299,5 triliun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, meskipun secara angka turun, namun realisasi ini mencapai 115% dari target yang ditetapkan APBN 2024 sebesar Rp234,2 triliun. Bahlil menyampaikan bahwa penurunan PNBP tersebut terjadi di sektor mineral dan batu bara alias emas hitam global turun.

"Target PNBP kita di 2024 Rp234,2 triliun. Namun, realisasi Rp269,5 triliun. Artinya, terjadi kenaikan yang cukup signifikan," katanya dalam konferensi pers capaian kinerja Kementerian ESDM Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025.

Sedangkan subsektor mineral dan batu bara (minerba) mendongkrak Penerimaan PNBP sebesar Rp140,5 triliun. Disusul PNBP Minyak dan Gas (Migas) sebesar Rp110,9 triliun,  PNBP Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) paling minim hanya menyentuh angka Rp2,8 triliun, dan PNBP Lainnya sebesar Rp15,4 triliun dari total PNBP sektor ESDM.

Sedangkan dari sisi realisasi investasi 2024 sebesar US$32,3  milliar setara dengan Rp531,5 triliun (kurs Rp16.400 per dolar AS). Angka itu naik dibandingkan realisasi investasi di tahun 2023 yang mencapai US$29,9 miliar.

Bahlil mengungkapkan, dari realisasi investasi ini masih disokong oleh sektor minyak dan gas (migas) sebesar US$17,5 miliar atau Rp287,9 triliun.

Lebih rinci Ketua Umum Golkar ini menyebut, untuk sektor lainnya yang menopang investasi adalah sektor minerba US$7,7 miliar setara dengan Rp126,7 triliun, sektor EBTKE diangka US$1,8 miliar atau setara dengan Rp29,6 triliun. Dan investasi listrik diangka US$5,3 miliar atau setara dengan Rp87,2 triliun.

Penerimaan Negara

Sementara itu, secara keseluruhan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun pada 2024. Lebih rendah atau shortfall dari target APBN 2024 yang sebesar Rp1.988,9 triliun alias hanya mencapai 97,2 persen dari target.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati realisasi tersebut tumbuh 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang tumbuh 8,8% menjadi Rp1.867,9 triliun.

"Penerimaan pajak, meskipun harga komoditas dan tekanan bertubi-tubi, masih tumbuh 3,5 persen. Ini adalah sesuatu yang kita syukuri dan kita akan terus jaga," katanya dalam APBN KiTa Edisi Januari pada (6/1).

Bendahara Negara ini mengatakan, meskipun penerimaan pajak tidak mencapai target namun realisasinya dapat digenjot sehingga melampaui outlook laporan Semester I 2024 yang sebesar Rp1.921,9 triliun.

Lebih lanjut dijelaskan, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menambahkan, pertumbuhan penerimaan pajak 2024 didorong oleh pertumbuhan dari jenis penerimaan pajak utama seperti Pajak Penghasilan (PPh) Non-migas serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Adapun bila dilihat secara keseluruhan, penerimaan pajak ini terdiri dari PPh non migas hingga Desember  2024 realisasinya mencapai Rp997,6 triliun. Realisasi ini meningkat 0,5% yoy dan memiliki share terhadap total penerimaan pajak 51,6%.

PPh non migas ini tumbuh positif terutama ditopang oleh penerimaan dari PPh pasal 21 yang realisasinya mencapai Rp243,8 triliun atau tumbuh 21,1% yoy. PPh pasal 21 ini tumbuh sejak kuartal I khususnya untuk sektor keuangan.

Sedangkan penerimaan dari PPh badan hanya mencapai Rp335,8 triliun atau terkontraksi 18,1% yoy. PPh badan terkontraksi karena penurunan profitabilitas perusahaan pada 2023 akibat dampak moderasi harga komoditas terutama pada sektor pertambangan.

Selanjutnya, penerimaan dari PPh migas hanya mencapai Rp65,1 triliun atau terkontraksi 5,3% yoy. Kemudian, penerimaan dari PPN/PPnBM mencapai Rp828,5 triliun atau tumbuh 8,6% yoy.

Anggito menjelaskan, penerimaan PPN/PPnBM sempat mengalami kontraksi pada kuartal I dan II, namun berbalik positif pada kuartal III dan IV.