Duduk Perkara Warga Pari Seret Holcim ke Pengadilan Swiss
- Pulau Pari kehilangan 11% wilayahnya akibat kenaikan air laut. Warga gugat Holcim di pengadilan Swiss, menuntut kompensasi dan target iklim lebih ambisius.

Muhammad Imam Hatami
Author


Pabrik semen PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) dari Semen Indonesia Grup (SIG) yang sebelumnya adalah Holcim. / Dok. Perseroan
(TrenAsia)JAKARTA, TRENASIA.ID - Empat warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, menggugat perusahaan semen multinasional asal Swiss, Holcim, di Pengadilan Kantonal Zug, Swiss. Gugatan ini menandai langkah hukum bersejarah, karena untuk pertama kalinya warga Indonesia secara langsung menuntut perusahaan asing atas dampak krisis iklim yang mereka rasakan.
Pulau Pari telah kehilangan sekitar 11% wilayahnya akibat kenaikan permukaan air laut. Banjir rob kian sering melanda, merusak rumah warga, tambak ikan, hingga sumber air bersih. Para peneliti memperkirakan sebagian besar pulau akan tenggelam pada 2050 jika laju pemanasan global tidak terkendali.
“Saya sangat khawatir, karena situasi di pulau kami sekarang semakin parah setelah adanya prediksi bahwa pada 2050 Pulau Pari akan tenggelam,” ungkap Asmania, seorang ibu tiga anak yang berasal dari Pulau Pari, kala berkunjung ke Gletser Aletsch di Valais, Swiss, sebelum sidang berlangsungm dikutip Reuters, Selasa, 2 September 2025.
Dalam gugatan yang diajukan, para penggugat menuntut kompensasi sebesar 3.600 franc Swiss (sekitar Rp 64-74 juta) per orang. Dana itu ditujukan untuk menutupi kerusakan rumah, membangun perlindungan pantai, hingga program adaptasi lingkungan.
Selain kompensasi, mereka menuntut Holcim mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 43% pada 2030 dan 69% pada 2040, sejalan dengan target Perjanjian Paris yang membatasi pemanasan global hingga 1,5°C.
Sidang perdana kasus ini digelar pada tanggal 3 September 2025, dengan agenda menentukan apakah gugatan layak diproses lebih lanjut. Holcim sendiri menegaskan komitmennya terhadap aksi iklim. Namun perusahaan menyatakan alokasi emisi karbon seharusnya ditentukan pemerintah, bukan pengadilan sipil, dikutip dari AFP.
Jejak Karbon Holcim
Holcim dikenal sebagai salah satu produsen semen terbesar dunia sekaligus penyumbang signifikan emisi karbon global. Data riset menyebut perusahaan ini bertanggung jawab atas 0,42% emisi industri global sejak 1750, menempatkannya di jajaran 100 perusahaan paling beremisi di dunia.
Produksi semen sendiri menyumbang sekitar 7–8% emisi CO₂ global. Pada tahun 2021, Holcim memproduksi 200 juta ton semen, dengan emisi lebih tinggi dibanding total emisi tahunan Swiss.
Holcim mengklaim telah memangkas lebih dari 50% emisi operasional sejak 2015 dan berkomitmen mencapai net-zero 2050. Namun, para penggugat menilai target tersebut tidak cukup ambisius untuk mencegah bencana iklim.
Gugatan ini mendapat dukungan dari LSM Swiss Church Aid (HEKS/EPER) yang menekankan pentingnya akuntabilitas perusahaan atas kontribusi historis terhadap perubahan iklim.
Jika gugatan dilanjutkan, kasus ini berpotensi menjadi preseden global dalam litigasi iklim, membuka jalan bagi masyarakat rentan di negara-negara berkembang untuk menuntut perusahaan besar.
Dalam tanggapan resminya, Holcim menyatakan komitmen terhadap dekarbonisasi melalui teknologi semen rendah emisi dan energi terbarukan. Namun, mereka menegaskan bahwa pembagian tanggung jawab emisi seharusnya ditentukan pemerintah melalui regulasi internasional, bukan oleh pengadilan sipil.
Jika gugatan ini berhasil, Holcim bisa diwajibkan menyalurkan dana besar untuk kompensasi dan mempercepat transisi produksi semen berkelanjutan. Selain itu, kasus ini diperkirakan akan menekan perusahaan semen lain di dunia untuk memperkuat target emisi mereka.

Amirudin Zuhri
Editor
