Tren Leisure

Dirayakan Setiap 11 November, Begini Sejarah Hari Jomblo Sedunia

  • Tahukah kamu, kalau setiap 11 November dirayakan sebagai Hari Jomblo Sedunia? Awalnya diciptakan oleh mahasiswa di China, kini telah berkembang menjadi ajang belanja terbesar di dunia: Singles’ Day.
Hari Jomblo Sedunia atau 11.11 Singles Day.
Hari Jomblo Sedunia atau 11.11 Singles Day. (freepik.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Tahukah kamu, kalau setiap 11 November dirayakan sebagai Hari Jomblo Sedunia? Awalnya diciptakan oleh mahasiswa di China, kini telah berkembang menjadi ajang belanja terbesar di dunia: Singles’ Day.

Setiap tahun, tanggal ini secara informal dijadikan momen bagi mereka yang sedang lajang. Alasannya sederhana, jika ditulis dalam angka, 11 November menjadi 11.11. atau 4 angka satu alias 1-1-1-1.

Seiring waktu, tradisi ini menyebar dan diadaptasi oleh raksasa e-commerce seperti Alibaba, hingga menjadi ajang belanja terbesar di dunia yang kini dikenal sebagai Singles’ Day Sale.

Meski begitu, di luar aspek komersialnya, makna awal perayaan ini tetap relevan, dengan menghargai diri sendiri dan menikmati hidup apa adanya.

Sejarah Hari Jomblo Sedunia

Setiap tanggal 11 November, sebuah perayaan unik berlangsung di China. Apa yang awalnya dimulai oleh para mahasiswa Nanjing University pada tahun 1990-an sebagai bentuk sindiran terhadap Hari Valentine.

Sejumlah mahasiswa lajang memilih tanggal 11 November untuk merayakan status sendiri, karena angka “1” dianggap sebagai simbo; yang berdiri sendiri.

Empat angka “1” pada tanggal 11/11 kemudian diartikan sebagai banyaknindividu lajang yang bersama-sama merayakan kebebasan bersama.

Hari ini juga dikenal dengan sebutan Guanggun Jie atau “Hari Batang Kosong,” istilah yang digunakan dalam budaya China yang merujuk pada laki-laki lajang.

Angka “1” tidak hanya melambangkan kesendirian. Menurut berbagai sumber, termasuk Calendarr, tanggal 11/11 menjadi momen bagi para lajang untuk menaruh perhatian pada diri sendiri, mempererat hubungan pertemanan, serta merayakan self-love.

Awalnya, perayaan ini dilakukan secara sederhana, berkumpul bersama teman, makan malam bersama, atau saling memberi dukungan bahwa menjadi lajang bukanlah hal yang patut disesali.

Sebuah Transformasi Menjadi Festival Belanja Besar

Ketika dunia Barat bersiap menyambut Black Friday dan Cyber Monday, China telah lebih dulu merayakan pesta belanja terbesar mereka, Singles’ Day.

Perayaan ini sering kali melampaui berbagai acara belanja global lainnya, berkembang dari perayaan kecil untuk menghormati kehidupan lajang menjadi fenomena ritel berskala besar yang bahkan melampaui Prime Day dan Black Friday.

Melansir dari Times of India, awalnya dimulai sebagai perayaan ringan untuk menghargai status lajang, kini Singles’ Day telah berevolusi menjadi festival belanja online raksasa.

Popularitas acara ini melonjak setelah Alibaba, raksasa e-commerce China, mengadopsinya pada 2009, menjadikan tanggal 11 November, atau “11.11,” sebagai simbol hari diskon dan penawaran menarik.

Seiring waktu, platform besar lainnya seperti JD.com dan Pinduoduo ikut ambil bagian, menjadikan Singles Day sebuah pesta belanja skala nasional.

Menurut data Syntun yang dilaporkan oleh Reuters, pada Singles Day tahun lalu, konsumen China menghabiskan 1,14 triliun yuan (sekitar US$156,4 miliar). Angka ini jauh melampaui pengeluaran US$38 miliar selama Cyber Week di AS, yang mencakup Black Friday dan Cyber Monday.

Popularitas Singles’ Day meluas ke berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, seiring dengan semakin meluasnya jangkauan platform e-commerce global.

Perusahaan-perusahaan di seluruh Asia memanfaatkan momentum ini dengan menghadirkan layanan yang mendukung gaya hidup mandiri, seperti bilik karaoke untuk satu orang dan bioskop khusus penonton tunggal.

Singles’ Day menjadi contoh utama bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan perubahan ini.

Setiap tahun, pengecer di Asia merayakan momen ini melalui promosi bertema, penjualan pra-acara, dan peluncuran produk edisi terbatas. Perusahaan seperti Xiaomi merilis ponsel eksklusif, sementara Nike meluncurkan sepatu baru khusus pada Singles’ Day.

Bahkan maskapai penerbangan ikut berpartisipasi. Jetstar Asia pernah menawarkan 111.111 tiket diskon, menekankan pengalaman perjalanan solo sebagai sesuatu yang memberdayakan.

Singles’ Day memanfaatkan daya beli yang besar, mengubah pandangan tentang status lajang menjadi sesuatu yang patut dirayakan, bukan disesali, dan menunjukkan bagaimana acara ritel dapat mendorong perubahan budaya.

Sementara, di AS dan banyak negara lain, bisnis masih berpegang pada anggapan lama, bahwa pernikahan adalah takdir semua orang. Padahal, itu tidak selalu benar.

Tanggal 11/11 berperan dalam merubah pandangan tentang status lajang, menjadikannya sesuatu yang patut dirayakan, bukan disesali.

Kini, selain sebagai ajang belanja, Hari Jomblo juga menjadi simbol gaya hidup modern, di mana cinta diri dan kemandirian menjadi nilai yang semakin dihargai, terutama di kalangan generasi muda.

Meski menjadi momen komersial besar, pertumbuhan penjualan 11/11 mulai melambat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Reuters, konsumen kini lebih selektif dan kritis terhadap diskon, sementara pasar e-commerce China mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan.

Di sisi lain, sejumlah pengamat gaya hidup menekankan pentingnya mempertahankan makna awal Singles’ Day sebagai momen refleksi diri, bukan sekadar festival konsumsi tahunan. Berawal dari tradisi kampus, Hari Jomblo Sedunia menjadi fenomena belanja global.

Tanggal 11 November dapat dimaknai sebagai pengingat, menjalani hidup sendiri bukan suatu kekurangan, melainkan sebuah pilihan dan kesempatan untuk merawat diri, sekaligus mengamati bagaimana budaya digital memengaruhi cara kita merayakan momen tersebut.