Tren Ekbis

Dari Rugi ke Untung Triliunan, Strategi Ignasius Jonan di KAI Masih Jadi Rujukan

  • Jonan, yang berlatar belakang bankir, dikenal dengan gaya manajemen tegas dan fokus pada efisiensi. Ia memulai transformasi KAI dari hal-hal sederhana memperbaiki kebersihan stasiun, membuat toilet gratis, menertibkan penumpang di atap kereta, hingga memberantas calo melalui sistem tiket daring.
Dari Rugi ke Untung Triliunan, Strategi Ignasius Jonan di KAI Masih Jadi Rujukan

JAKARTA, TRENASIA.ID - PT Kereta Api Indonesia (KAI) kerap menjadi perbincangan usai gaduh beberapa waktu lalu Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan mengusulkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menyediakan satu gerbong kereta khusus untuk merokok pada kereta jarak jauh. KAI menegaskan kereta api bebas asap rokok.

Hal ini ditanggapi oleh Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming menilai usulan salah satu anggota DPR RI terkait penyediaan gerbong kereta api khusus merokok tidak searah dengan prioritas program pemerintah Presiden Prabowo Subianto, khusus dalam sektor kesehatan masyarakat.

Lalu nama Ignasius Jonan kembali ramai dibicarakan setelah publik menyoroti rekam jejaknya saat menakhodai PT Kereta Api Indonesia (KAI). Di bawah kepemimpinannya pada 2009–2014, BUMN perkeretaapian yang kala itu merugi ratusan miliar, berhasil berbalik arah mencetak laba hingga triliunan rupiah.

Jonan, yang berlatar belakang bankir, dikenal dengan gaya manajemen tegas dan fokus pada efisiensi. Ia memulai transformasi KAI dari hal-hal sederhana memperbaiki kebersihan stasiun, membuat toilet gratis, menertibkan penumpang di atap kereta, hingga memberantas calo melalui sistem tiket daring.

Langkah kecil itu menjelma dampak besar. Hanya setahun menjabat, KAI berhasil membalik kerugian Rp83,5 miliar menjadi laba Rp154,8 miliar. Laba bersih terus meroket hingga lebih dari Rp1 triliun pada 2014, seiring dengan pertumbuhan aset yang melonjak dua kali lipat.

Selain efisiensi, Jonan juga memperbaiki kesejahteraan karyawan. Gaji kepala stasiun yang semula hanya Rp2,7 juta bisa meningkat menjadi puluhan juta rupiah per bulan. Promosi pun tidak lagi kaku pada jenjang pendidikan, melainkan berbasis kinerja.

Namun, sikap tegas Jonan juga terlihat saat ia menjabat Menteri Perhubungan di 2014–2016. Ia menolak memberi izin proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh, dengan alasan belum layak secara teknis maupun finansial.

Menurutnya, jalur pendek sekitar 142 km tidak akan optimal untuk kereta berkecepatan 300 km per jam, sementara biayanya sangat besar.

Jonan lebih mendorong pengembangan rel reguler di luar Jawa, seperti Sumatra dan Kalimantan, yang dinilai lebih mendesak dan berdampak luas bagi masyarakat. Sikap ini menunjukkan konsistensinya: pembangunan harus berorientasi pada manfaat nyata, bukan sekadar simbol modernitas.

Kini, di tengah sorotan publik terhadap proyek infrastruktur berbiaya jumbo, transformasi KAI di era Jonan sering kembali dijadikan contoh. Dari perusahaan yang dulu kerap jadi bahan keluhan, KAI bertransformasi menjadi transportasi publik yang modern, bersih, dan dipercaya jutaan penumpang setiap harinya.

Ignasius Jonan lahir di Singapura pada 21 Juni 1963 dan besar di Surabaya. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana akuntansi di Universitas Airlangga, lalu meraih gelar Master of Arts di bidang Hubungan Internasional dari The Fletcher School, Tufts University, Amerika Serikat.

Kariernya dimulai di dunia perbankan, termasuk sebagai Managing Director Citibank, sebelum dipercaya memimpin PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia. Pada 2009, Jonan ditunjuk sebagai Direktur Utama KAI dan sukses melakukan transformasi besar. Ia kemudian masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Perhubungan 2014 - 2016 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2016-2019.