BUMI Siap Lakukan Kuasi Reorganisasi: Apa Artinya dan Dampaknya bagi Investor?
- PT Bumi Resources Tbk (BUMI), emiten batu bara milik Grup Bakrie dan Salim, berencana melakukan langkah strategis melalui skema kuasi reorganisasi. Langkah ini bisa menjadi titik awal perseroan membagikan dividen kepada investor.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA – PT Bumi Resources Tbk (BUMI), emiten batu bara milik Grup Bakrie dan Salim, berencana melakukan langkah strategis melalui skema kuasi reorganisasi. Mengacu pada laporan keuangan per 31 Desember 2024, rencana ini dimaksudkan untuk menghapus akumulasi kerugian dalam neraca keuangan perusahaan, yang selama ini menjadi hambatan utama dalam kebijakan pembagian dividen.
Kuasi reorganisasi merupakan langkah akuntansi yang memungkinkan sebuah perusahaan menghapus saldo rugi akumulatif tanpa perlu mengubah entitas hukum perusahaan. Dalam konteks BUMI, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan agio saham, yakni selisih antara harga setoran modal dengan nilai nominal saham.
Nah, agio saham tersebut digunakan untuk mengimbangi defisit yang selama ini tercatat dalam laporan keuangan. Manajemen BUMI dalam keterbukaan informasinya menjelaskan bahwa kuasi reorganisasi dilakukan untuk memperbaiki saldo laba, sehingga perusahaan memiliki landasan hukum dan akuntansi untuk membagikan dividen tunai.
Asal tahu saja, per akhir 2024, BUMI tercatat memiliki agio saham sebesar US$3,28 miliar, sementara defisitnya mencapai US$2,28 miliar. Dengan demikian, secara matematis, saldo rugi dapat dieliminasi seluruhnya. Meskipun BUMI mencetak laba bersih sebesar US$67,47 juta tahun lalu, potensi pembagian dividen tetap tertahan oleh keberadaan defisit dalam neraca.
Penting dicatat bahwa BUMI sudah absen membagikan dividen selama lebih dari satu dekade. Terakhir kali emiten ini membagikan dividen adalah pada tahun 2012 untuk tahun buku 2011, dengan nilai Rp14,31 per saham.
Setelahnya, BUMI menghadapi tekanan utang dan mencatatkan akumulasi rugi yang besar, termasuk defisit hingga US$3,36 miliar pada 2015. Meskipun kinerja mulai pulih sejak 2016, saldo laba ditahan perusahaan masih negatif hingga akhir 2024.
Langkah ini akan dimintakan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 2 Juni 2025 mendatang. Jika disetujui, BUMI akan menjadi salah satu emiten besar yang kembali menggunakan kuasi reorganisasi sebagai upaya membersihkan laporan keuangan pascarestrukturisasi dan tekanan bisnis masa lalu.
Dari lantai bursa, pada perdagangan berjalan Selasa, 22 April 2025, saham BUMI melejit 5,00% ke level Rp105 per saham. Namun secara year to date, saham ini masih terkoreksi 13,82%. Lantas, apa implikasi dari rencana corporate action ini terhadap masa depan saham BUMI?
Implikasi Strategis bagi Perusahaan dan Investor
Rencana kuasi reorganisasi yang digulirkan BUMI memiliki sejumlah implikasi strategis yang penting untuk dicermati, baik dari sisi korporasi maupun investor. Dari perspektif perusahaan, penghapusan saldo rugi akan membuat laporan keuangan tampak lebih sehat dan kredibel.
Sebab, dengan Citra keuangan yang bersih dari defisit dapat meningkatkan kepercayaan investor dan pasar terhadap prospek jangka menengah perusahaan, khususnya dalam konteks tata kelola dan efisiensi manajerial.
Bagi investor, keberhasilan kuasi reorganisasi membuka ruang harapan baru atas pembagian dividen yang selama ini tertahan. Emiten dengan neraca yang bersih dan potensi laba ditahan yang positif umumnya lebih atraktif bagi investor institusi maupun ritel, terutama mereka yang mencari saham dengan potensi yield.
Selain itu, perbaikan struktur permodalan juga dapat memperluas opsi aksi korporasi lain seperti right issue, penerbitan obligasi, atau akuisisi strategis. Namun, perlu dicatat bahwa kuasi reorganisasi tidak serta-merta mencerminkan perbaikan kinerja riil atau fundamental operasional. Langkah ini bersifat administratif dan akuntansi.
Oleh karena itu, investor tetap perlu mencermati arus kas operasional, efisiensi biaya produksi, prospek harga batu bara global, serta strategi jangka panjang perusahaan dalam menghadapi transisi energi dan perubahan regulasi sektor pertambangan.

Ananda Astridianka
Editor
