Tren Global

Benarkah Unilever Pro-Israel? Mengurai Fakta di Balik Keputusan Bisnisnya

  • Magnum netral, Ben & Jerry’s vokal, tapi Unilever tetap dianggap pro Israel. Bagaimana drama internal ini memengaruhi citra dan masa depan bisnis es krim global?
Unilever-business-retail-UK-1.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Nama besar Unilever kembali jadi sorotan. Raksasa konsumer multinasional ini menghadapi badai kontroversi terkait hubungannya dengan Israel, konflik berkepanjangan dengan merek es krim ikonik Ben & Jerry’s, serta implikasi terhadap merek andalan lain seperti Magnum.

Ben & Jerry’s, merek es krim asal Vermont yang dikenal dengan aktivisme sosialnya, diakuisisi Unilever pada tahun 2000. Salah satu syarat akuisisi adalah tetap menghormati otonomi merek dalam menjalankan misi sosial. 

Namun, titik balik terjadi pada 2021, ketika Ben & Jerry’s memutuskan menghentikan penjualan produknya di permukiman Israel di Tepi Barat. Keputusan itu memicu perlawanan. 

Israel mengecam, sementara Unilever mengambil langkah berlawanan, menjual divisi Israel Ben & Jerry’s kepada operator lokal pada tahun 2022 agar produk tetap hadir di wilayah sengketa. Bagi para pendiri, langkah ini dianggap sebagai pelanggaran janji awal dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan merek.

“Sangat mengecewakan untuk sampai pada kesimpulan bahwa independensi itu, yang menjadi dasar penjualan kami ke Unilever.” ujar Salah seorang pendiri Ben & Jerry's, Jerry Greenfield, dalam keterangan tertulisnya dikutip The Guardian, kamis, 18 September 2025.

Baca juga : Tingkatkan Keamanan dan Produktivitas, Bosch Luncurkan Alat Kerja Kelistrikan

Dukungan Tak Langsung untuk Israel

Meski Unilever sering menegaskan “prihatin terhadap korban konflik,” perusahaan menolak mengikuti boikot Israel. Sikap ini bukan tanpa alasan, Unilever menghadapi tekanan dari puluhan negara bagian AS yang memiliki undang-undang anti-BDS (Boycott, Divestment, Sanctions). 

Ancaman divestasi, termasuk dari negara bagian besar seperti New York dan Florida, mendorong perusahaan mempertahankan operasinya di Israel. Dengan demikian, Unilever dinilai menunjukkan dukungan tidak langsung terhadap Israel.

Di tengah kontroversi, merek es krim Magnum tetap berjalan di jalurnya. Magnum dikenal sebagai produk premium Unilever dengan kampanye kreatif, kolaborasi selebriti, dan strategi pemasaran yang menyasar generasi muda. Tidak ada konten politik dalam strategi bisnisnya.

Namun, karena Magnum berada di bawah payung Unilever, sebagian konsumen kritis menilai keuntungan dari penjualan Magnum tetap mengalir ke perusahaan induk yang menolak boikot Israel.

Menariknya, Unilever kini berencana memisahkan divisi es krim, termasuk Magnum dan Ben & Jerry’s, menjadi entitas baru bernama The Magnum Ice Cream Company (TMICC) pada akhir 2025. Langkah ini dipandang sebagai strategi memisahkan risiko reputasi sekaligus mendorong pertumbuhan pasar es krim global.

Baca juga : Broker Kakap Kompak Serok CDIA di Tengah Pelemahan Harga

Krisis Nilai di Tubuh Unilever

Drama internal semakin memuncak ketika Jerry Greenfield, resmi mengundurkan diri pada September 2025. Setelah 47 tahun, ia menegaskan tidak lagi bisa bekerja dengan “hati nurani yang baik” karena Unilever dianggap membungkam misi sosial merek. 

"Jika perusahaan tidak dapat mempertahankan hal-hal yang kami yakini, maka perusahaan itu tidak layak untuk berdiri." tambah Jerry. Bersama Ben Cohen, ia bahkan sempat mencoba membeli kembali Ben & Jerry’s dengan nilai hingga US$2,5 miliar, namun Unilever menolak.

Di balik kontroversi Israel, Unilever juga menuai kritik tajam di bidang etika, mulai dari polusi plastik, kasus pelecehan di rantai pasok, hingga kegagalan memenuhi target lingkungan dan sosial.

Kisah ini memperlihatkan ketegangan abadi antara idealisme dan kepentingan korporat. Bagi Ben & Jerry’s, perjuangan sosial adalah jantung merek. Bagi Unilever, menjaga pasar dan kepentingan investor adalah prioritas. Magnum, yang tetap netral, ikut terseret dalam bayangan kontroversi induknya.

Ke depan, konsumen kritis yang peduli etika mungkin akan menunggu arah baru TMICC setelah pemisahan divisi. Apakah es krim akan tetap sekadar manis di lidah, atau juga menyimpan pahit getir politik global?