Industri

Belajar dari Pandemi, Industri Obat Herbal Harus Bertaji

  • JAKARTA – Pemerintah tengah fokus mengembangkan obat tradisional menjadi obat modern asli Indonesia (OMAI) berupa Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Terlebih, pandemi COVID-19 menuntut kesiapan industri farmasi dalam negeri dalam menunjang kesehatan masyarakat. Tanpa pandemi, industri kimia dan farmasi barangkali tidak akan ‘lari’ secepat ini dalam memproduksi obat dan alat kesehatan. “Kemandirian Indonesia di […]

<p>PT Kalbe Farma Tbk. tengah mengembangkan obat herbal sebagai produk imunomodulator herbal dalam penanganan pasien COVID-19. / Kalbe.co.id</p>

PT Kalbe Farma Tbk. tengah mengembangkan obat herbal sebagai produk imunomodulator herbal dalam penanganan pasien COVID-19. / Kalbe.co.id

(Istimewa)

JAKARTA – Pemerintah tengah fokus mengembangkan obat tradisional menjadi obat modern asli Indonesia (OMAI) berupa Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka.

Terlebih, pandemi COVID-19 menuntut kesiapan industri farmasi dalam negeri dalam menunjang kesehatan masyarakat. Tanpa pandemi, industri kimia dan farmasi barangkali tidak akan ‘lari’ secepat ini dalam memproduksi obat dan alat kesehatan.

“Kemandirian Indonesia di sektor industri farmasi dan alat kesehatan merupakan hal yang penting, terlebih dalam kondisi kedaruratan kesehatan seperti saat ini,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020.

Selain sejalan peta jalan Making Indonesia 4.0, pengembangan industri farmasi juga didasari pada ketersediaan sumber daya alam melimpah yang dapat dijadikan bahan baku.

“Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbaik di dunia seperti jahe, lempuyang, pala, nilam dan lain-lain, yang tentunya bisa menjadi modal utama dalam membangun kemandirian untuk memproduksi obat,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi.

Proses Pengembangan

Saat ini BPPI melalui Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta sedang mengembangkan fasilitas produksi guna mendorong pertumbuhan industri OMAI.

Tepatnya, merancang pembangunan fasilitas House of Wellness yang bakal dilengkapi dengan mini plant bersertifikasi dan soft computing room.

Sertifikasi yang dimaksud adalah Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Smart Laboratory (R&D serta QC), Centre of Essential Oils (Learning Factory dan Laboratorium Essential Oils Authentication).

“Program ini termuat dalam roadmap pengembangan fitofarmaka BBKK 2021-2026,” ujar Doddy.

Tahun 2021, direncanakan pembangunan prasarana gedung dan penunjangnya, dengan mengikuti standar CPOTB. Dilanjutkan pada 2022, membangun instalasi peralatan dan sertifikasi CPOTB.

Kemudian pada 2023, ditargetkan sudah dapat memproduksi ekstrak bahan alam serta mengembangkan smart laboratory. Selanjutnya OHT dapat diproduksi pada 2024, dan 2026 fasilitasnya sudah dapat menghasilkan fitofarmaka.

Agus menjelaskan bahwa kemandirian di sektor industri farmasi dan alat kesehatan diharapkan berkontribusi dalam program pengurangan angka impor hingga 35% hingga akhir 2022.

Kemenperin mencatat industri farmasi dan alat kesehatan merupakan sektor yang masuk dalam kategori yang mengalami permintaan tinggi (high demand) saat ini.

Pada kuartal I-2020, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh positif sebesar 5,59%.

Di samping itu, industri kimia dan farmasi juga menjadi sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi cukup signifikan pada kuartal I-2020 yakni senilai Rp9,83 triliun.