Tren Global

Belajar dari Kebangkrutan Yunani: Ada Manipulasi Data Ekonomi hingga Krisis Utang

  • Pemerintah Yunani terjebak pada praktik manipulasi data fiskal demi memenuhi syarat masuk euro. Defisit anggaran ditutup-tutupi, sementara tax evasion merajalela sehingga penerimaan negara rapuh
matt-artz-KTwhQQf1yus-unsplash.jpg
Yunani (Unsplash)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pada tahun 2009, dunia terkejut oleh sebuah kabar dari Athena. Yunani, negeri dengan sejarah peradaban kuno yang panjang, ternyata menyimpan rahasia kelam dalam buku-buku anggaran ekonominya. 

Defisit negara jauh lebih besar dari yang dilaporkan secara resmi. Fakta ini mengguncang kepercayaan investor dan menyeret Yunani menuju krisis utang yang berlangsung hampir satu dekade.

Menurut analisis Universitas California, Berkeley (UC Berkeley), Krisis Yunani bukanlah peristiwa yang lahir dalam semalam. kondisi tersebut merupakan hasil dari kombinasi kelemahan struktural domestik, guncangan eksternal, dan keterbatasan sebagai anggota zona euro.

Dari dalam negeri, pemerintah Yunani terjebak pada praktik manipulasi data fiskal demi memenuhi syarat masuk euro. Defisit anggaran ditutup-tutupi, sementara tax evasion merajalela sehingga penerimaan negara rapuh. Yunani pun menanggung “defisit ganda”, keuangan negara minus, sementara neraca berjalan terus merosot.

“Pada pergantian abad, rasio utang Yunani mencapai 103% dari PDB, melanggar Perjanjian Maastricht yang membatasi utang anggota Uni Eropa maksimal 60% dari PDB.”  tulis laporan UC Berkeley dikutip laman resmi, Rabu, 24 September 2025.

Baca juga : Rugi Garuda Indonesia (GIAA) Bengkak Semester I-2025, Ekuitas Masih Negatif

Kemudian datanglah Resesi Besar 2008, yang menyapu dunia. Aliran modal asing ke Yunani terhenti. Pariwisata dan pelayaran, dua sektor vital bagi ekonomi negeri itu, terpukul keras. Ketika data utang sebenarnya akhirnya terkuak, kepercayaan investor runtuh. Biaya pinjaman melonjak, membuat pemerintah semakin terpojok.

“Beban utang Yunani yang besar menciptakan situasi yang sulit, sehingga kemerosotan ekonomi dapat meruntuhkan status quo-nya yang rapuh,” tambah laporan tersebut.

Sebagai anggota zona euro, Yunani juga terbelenggu. Tanpa mata uang sendiri, mereka tak bisa mendevaluasi drachma untuk menyehatkan ekspor. Drachma merupakan mata uang kuno yang digunakan di Yunani sejak zaman klasik hingga modern. Sementara kebijakan moneter Bank Sentral Eropa terasa lebih selaras dengan Jerman ketimbang dengan Yunani yang rapuh.

Puncak Krisis

Pada tahun 2009–2010, Yunani mulai kehilangan akses ke pasar obligasi. Tak ada lagi investor yang mau meminjamkan uang. Dalam keadaan darurat, Yunani meminta bantuan Uni Eropa dan IMF. Maka lahirlah paket talangan pertama, diiringi syarat ketat berupa penghematan besar-besaran.

Periode 2010–2015 menjadi masa paling pahit. Pemerintah memangkas gaji pegawai negeri, menaikkan pajak, hingga memotong pensiun. Langkah-langkah ini memicu resesi berkepanjangan, tingkat pengangguran melonjak hingga 25 persen, dan gelombang protes sosial tak terhindarkan. Jalan-jalan Athena dipenuhi demonstrasi, simbol perlawanan rakyat terhadap kebijakan “austerity” yang dianggap mencekik.

Baca juga : IHSG Tembus Rekor 8.125, Analis Unggulkan SSIA, MEDC, dan LSIP

Pada tanggal 30 Juni 2015, Yunani mencatat sejarah kelam, menjadi negara maju pertama yang gagal membayar utang kepada IMF. Bank-bank ditutup, dan masyarakat dibatasi dalam menarik uang tunai. Dunia menyaksikan bagaimana sebuah negara anggota Uni Eropa bisa nyaris terhempas dari sistem keuangan global.

Meski fase akut krisis sudah berlalu, luka ekonomi dan sosial Yunani masih membekas. Hingga 2023, rasio utang terhadap PDB tetap termasuk yang tertinggi di dunia. 

Pertumbuhan memang mulai kembali, namun langkahnya tertatih. Generasi muda Yunani, yang tumbuh dalam masa krisis, masih merasakan dampak berupa sulitnya mencari pekerjaan layak dan menurunnya kepercayaan terhadap institusi negara.

Kisah krisis utang Yunani menjadi pengingat pahit bahwa kombinasi lemahnya tata kelola, kejutan eksternal, dan keterbatasan kebijakan bisa menjungkirbalikkan ekonomi sebuah negara. Bagi banyak pihak, tragedi Yunani bukan sekadar catatan kelam Eropa, melainkan cermin rapuhnya fondasi ekonomi global yang saling terhubung.