Beban Depresiasi Melambung, Laba BREN Masih Tumbuh
- Emiten panas bumi, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mencatat kenaikan laba entitas induk sebesar 18,7% pada kuartal I-2025 menjadi US$34,24 juta. Namun di balik angka tersebut, tekanan dari lonjakan depresiasi dan arus kas yang melemah memperlihatkan tantangan struktural di tengah ekspansi besar-besaran.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA – Emiten panas bumi, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mencatat kenaikan laba entitas induk sebesar 18,7% pada kuartal I-2025 menjadi US$34,24 juta. Namun di balik angka tersebut, tekanan dari lonjakan depresiasi dan arus kas yang melemah memperlihatkan tantangan struktural di tengah ekspansi besar-besaran.
Selama kuartal pertama tahun ini, BREN membukukan pendapatan usaha sebesar US$150,48 juta, tumbuh tipis 3,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Mayoritas pendapatan berasal dari penjualan tenaga listrik kepada PLN senilai US$148,77 juta, setara 98,9% dari total pendapatan. Sisanya, sebesar US$1,71 juta, berasal dari jasa teknis dan konsultasi anak usaha.
Di sisi laba, BREN mencatat peningkatan laba sebelum pajak sebesar 6,2% menjadi US$77,19 juta. Laba bersih konsolidasian mencapai US$42,41 juta atau naik 14,1% secara tahunan.
Sementara itu, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tumbuh lebih tinggi menjadi US$34,24 juta dari sebelumnya US$28,84 juta. Pertumbuhan ini mencerminkan perbaikan efisiensi operasional perusahaan.
- Pendapatan Naik, Tapi Laba Terkikis: Kenapa CUAN Masih Direspons Positif?
- Melompat! Harga Emas Antam Hari Ini Naik Segini
- Harga Sembako di DKI Jakarta Selasa, 06 Mei 2025, Cabe Rawit Ijo Besar Naik, Ikan Lele Turun
Meski demikian, beban depresiasi dan amortisasi meningkat signifikan menjadi US$23,56 juta, naik 27,7% dibandingkan kuartal I-2024. Lonjakan tersebut sejalan dengan belanja modal (capex) yang melonjak empat kali lipat menjadi US$41,54 juta.
Sebagian besar dana ini digunakan untuk penambahan aset tetap serta pengadaan capital spares. Arus kas dari aktivitas operasi ikut tertekan, turun menjadi US$62,12 juta dari US$90,04 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara arus kas investasi mencatat defisit sebesar US$60,63 juta, mencerminkan tingginya kebutuhan belanja modal untuk menopang ekspansi kapasitas. Meski begitu, arus kas pendanaan positif US$37 juta, didorong pelepasan dana kas yang sebelumnya dibatasi penggunaannya.
Di sisi neraca, total aset BREN per akhir Maret 2025 tercatat sebesar US$3,80 miliar. Posisi kas dan setara kas naik menjadi US$201,21 juta. Total liabilitas sedikit turun ke US$3,03 miliar, dengan porsi utang jangka panjang sebesar US$1,87 miliar. Rasio utang terhadap ekuitas (DER) tetap tinggi di kisaran 3,9 kali—masih wajar bagi sektor utilitas dengan basis infrastruktur.
Model bisnis BREN tetap bergantung pada kontrak jual beli listrik jangka panjang (PPA) dengan PLN, seluruhnya berdenominasi dolar AS. Pendapatan yang stabil dari sektor panas bumi, melalui entitas anak Star Energy, menjadi landasan ekspansi, meskipun fleksibilitas harga terbatas akibat skema PPA jangka panjang.
Manajemen menggarisbawahi bahwa strategi ekspansi tetap diarahkan pada proyek-proyek energi berkelanjutan. “Platform energi terbarukan yang terdiversifikasi, dipadukan dengan pengelolaan biaya yang disiplin, memungkinkan kami mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan perluasan margin di tengah tantangan global,” ujar CEO BREN Hendra Soetjipto Tan dalam keterangan resmi, pada Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menambahkan, ke depan, perseron terus berkomitmen untuk mendukung transisi energi Indonesia dan mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. Langkah ini mencakup retrofit pada aset yang ada dan pembangunan pembangkit baru untuk memperkuat posisi jangka panjang perusahaan di sektor energi bersih.
Dengan pertumbuhan laba yang solid dan struktur pendapatan yang stabil, BREN tetap menunjukkan kinerja positif. Namun, lonjakan depresiasi, tekanan belanja modal, dan penurunan kas menjadi sinyal bahwa ekspansi perlu dijalankan dengan kontrol yang lebih ketat agar tidak menggerus profitabilitas ke depan.

Chrisna Chanis Cara
Editor
