Bank DBS Dorong Praktik Urban Farming di Kelompok Rentan untuk Perkuat Ketahanan Pangan
- Krisis pangan global bukan sekadar angka di laporan riset — ini masalah nyata yang bisa kita lihat sehari-hari. Kolaborasi seperti yang dilakukan Bank DBS Indonesia dan FoodCycle Indonesia membuktikan bahwa solusi bisa dimulai dari skala komunitas, bahkan dari sebidang lahan di perkotaan.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID Ketahanan pangan kini bukan lagi ancaman masa depan, tapi krisis yang sudah ada di depan mata. Melihat urgensi ini, Bank DBS Indonesia bersama DBS Foundation menggandeng startup sosial FoodCycle Indonesia untuk mendorong gerakan urban farming yang tidak hanya menyediakan pangan sehat, tetapi juga memberdayakan masyarakat rentan.
Lewat kombinasi dukungan finansial, pelatihan teknis, dan akses pasar, kolaborasi ini diharapkan menciptakan ekosistem pangan berkelanjutan yang mampu menjawab tantangan global: kelaparan, limbah pangan, dan keterbatasan lahan.
Data World Resources Institute menyebutkan, sekitar 800 juta orang di dunia masih kelaparan. Untuk memenuhi kebutuhan populasi dunia yang akan terus bertambah hingga 2050, produksi pangan harus meningkat 56% dari sekarang.
- Sektor Hijau Potensi Serap Tenaga Kerja, Tapi Belum Jadi Prioritas
- Kontroversi LMKN, Bagaimana Cara Wujudkan Industri Musik Berkelanjutan?
- Bongkar Mesin Cuan GOTO: Bukan Cuma Gojek, Bisnis Ini Justru Paling Ngegas
Ironisnya, riset Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN menunjukkan 30–50% pangan global hilang atau terbuang sebelum sampai ke tangan konsumen. Artinya, masalah bukan hanya kekurangan produksi, tapi juga manajemen distribusi dan pengelolaan pangan yang belum optimal.
Presiden Direktur Bank DBS Indonesia, Lim Chu Chong, menegaskan pentingnya langkah konkret:
“Ketahanan pangan adalah fondasi penting bagi keberlanjutan sebuah bangsa. Lewat urban farming, kami berupaya menyediakan pangan sehat sekaligus memberdayakan masyarakat rentan agar memiliki keterampilan, kemandirian, dan peluang ekonomi,” ujarnya melalui pernyataan tertulis yang diterima TrenAsia, Kamis, 14 Agustus 2025.
Urban Farming: Dari Cisauk untuk Ketahanan Pangan Nasional
Salah satu bentuk aksi nyata adalah keterlibatan langsung karyawan Bank DBS Indonesia — yang disebut People of Purpose (PoP) — dalam kegiatan berkebun di FoodCycle Farm di Cisauk, Tangerang.
FoodCycle Farm dikelola dengan pendekatan circular food system atau sistem pangan sirkuler, di mana setiap limbah pertanian diolah kembali agar tidak terbuang (zero food waste).
Aktivitasnya mencakup:
- Memanen sayuran seperti selada, sawi, dan kangkung.
- Membersihkan, mengepak, dan menyalurkan hasil panen ke masyarakat rentan.
- Menanam bibit sayur (selada, cabai, terong) dan tanaman herbal.
- Mengolah limbah kebun menjadi kompos atau pakan maggot berbahan protein tinggi.
- Menghasilkan ekoenzim dari limbah pertanian yang telah difermentasi.
Founder FoodCycle Indonesia, Herman Andryanto, menyebut kolaborasi ini sebagai langkah nyata melawan limbah pangan:
“Bank DBS Indonesia tidak hanya mendukung program kami secara finansial, tetapi juga melibatkan karyawannya langsung. Ini memperkuat komitmen bersama menciptakan sumber pangan berkelanjutan dan mengurangi food waste,” ujarnya.
Dampak Nyata: Ratusan Kilogram Panen untuk Masyarakat
Hingga Juli 2025, FoodCycle Farm telah menghasilkan 450,7 kg hasil panen berupa cabai rawit, cabai keriting, selada, kangkung, dan labu. Semua ini didistribusikan ke Yayasan Panti Asuhan Maktabul Aitam di bawah binaan FoodCycle Indonesia, yang fokus mengasuh dan mendidik anak yatim serta keluarga kurang mampu.
Langkah ini memastikan hasil panen langsung sampai ke tangan mereka yang paling membutuhkan, sekaligus memotong rantai distribusi yang sering menjadi penyebab tingginya angka kehilangan pangan.
Ekosistem Pangan Berkelanjutan: Dari Food Rescue hingga Urban Farming
Kolaborasi Bank DBS Indonesia dan FoodCycle Indonesia tak berhenti di satu program. Beberapa inisiatif yang telah berjalan antara lain:
1. Food Rescue Warrior
Mengajak pelaku usaha F&B untuk mengumpulkan makanan surplus dari restoran, hotel, toko roti, retail, dan FMCG. Makanan ini kemudian disortir dan didistribusikan ke masyarakat rentan. Hingga Juli 2025, program ini sudah menyalurkan 326.905 kg makanan ke berbagai panti asuhan dan komunitas.
2. FoodCycle Farm
Memberdayakan masyarakat melalui bercocok tanam sayuran, pengelolaan kompos, dan budidaya ikan lele, semuanya dengan konsep circular food system. Saat ini sudah ada empat lokasi urban farming di Cibubur, Jatiasih, Tanjung Barat, dan Cisauk, dengan total panen 1.364 kg hingga Juli 2025.
Kenapa Urban Farming Penting untuk Anak Muda?
Bagi generasi milenial dan Gen Z, urban farming bukan cuma soal bercocok tanam. Ini adalah peluang:
- Meningkatkan kemandirian pangan di tengah inflasi harga makanan.
- Menghasilkan penghasilan tambahan dari penjualan hasil panen.
- Berpartisipasi langsung dalam mengurangi limbah pangan.
- Membangun komunitas yang saling mendukung untuk ketahanan pangan lokal.
Dengan semakin minimnya lahan di perkotaan, model pertanian seperti ini adalah jawaban untuk memastikan setiap orang tetap punya akses ke pangan sehat, segar, dan terjangkau.
Penutup: Dari Kebun ke Meja Makan, Semua Bisa Ikut Berperan
Krisis pangan global bukan sekadar angka di laporan riset — ini masalah nyata yang bisa kita lihat sehari-hari. Kolaborasi seperti yang dilakukan Bank DBS Indonesia dan FoodCycle Indonesia membuktikan bahwa solusi bisa dimulai dari skala komunitas, bahkan dari sebidang lahan di perkotaan.
Urban farming bukan hanya menyelamatkan bumi dari limbah pangan, tapi juga memberi peluang ekonomi baru untuk masyarakat rentan. Kalau gerakan ini diperluas, bukan mustahil Indonesia bisa lebih tangguh menghadapi krisis pangan di masa depan.
