Badai Salju Terjang Everest, 1.000 Pendaki Terjebak di Sisi Timur
- Hampir 1.000 pendaki terjebak badai salju ekstrem di sisi timur Gunung Everest, Tibet. Pemerintah China kerahkan militer dan relawan untuk evakuasi massal di tengah cuaca -15°C dan angin kencang.

Muhammad Imam Hatami
Author


Gunung Everest/Live Science
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID - Badai salju besar yang menghantam kawasan Gunung Everest di sisi timur Tibet sejak Jumat malam, 3 Oktober 2025, memicu kekacauan di antara para pendaki. Hampir 1.000 orang, terdiri atas pendaki profesional, wisatawan, dan pemandu lokal, terjebak di ketinggian ekstrem, ketika akses jalan dan jalur pendakian tertutup salju tebal.
Pemerintah China segera mengerahkan operasi penyelamatan berskala besar, melibatkan militer, polisi bersenjata, dan relawan lokal. Hingga Minggu, 5 Oktober 2025, sekitar 350 orang telah berhasil dievakuasi ke kota Qudang, yang menjadi pos aman utama di kawasan itu. Tim penyelamat juga telah berkomunikasi dengan lebih dari 200 pendaki lainnya yang masih terisolasi di area pegunungan.
“Cuaca memburuk dengan sangat cepat. Dalam beberapa jam saja, visibilitas turun menjadi hampir nol,” ujar Xu Liang, pejabat dari Komisi Penanggulangan Darurat Tibet, dikutip laporan media pemerintah Xinhua, Senin, 6 Oktober 2025.
Menurut Liang, salju menumpuk hingga lebih dari 1 meter di beberapa titik, menghambat kendaraan dan helikopter penyelamat.Penduduk desa di sekitar lokasi juga ikut turun tangan. Mereka membentuk rantai manusia untuk mengirim makanan dan selimut ke pendaki yang tertahan di pos pendakian bawah.
“Kami berjalan menembus salju setinggi lutut, membawa termos air panas dan obat-obatan sederhana,” ungkap Tsering Drolma, salah satu relawan dari desa Karma.
Menurut laporan media lokal, badai disertai petir dan angin kencang hingga 100 kilometer per jam. Suhu di Lembah Karma, di ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut, anjlok hingga -15 derajat Celsius, meningkatkan risiko hipotermia dan radang dingin bagi pendaki yang kehabisan perlengkapan darurat.
Baca juga : Seragam TNI Berubah dari Malvinas ke Green Sage, Inilah Sejarah Keduanya
Tibet Tutup Jalur Pendakian
Seorang pendaki asal China, Chen Geshuang, menggambarkan pengalaman mencekam saat badai melanda. “Kami mendengar suara guntur menggema di antara tebing. Tenda-tenda beterbangan, dan kami harus menggali parit di salju agar bisa bertahan malam itu,” ujar Chen.
Pemerintah Tibet telah menutup seluruh rute wisata dan pendakian menuju Everest sejak Sabtu, 4 Oktober 2025. Petugas keamanan berjaga di titik-titik pemeriksaan untuk mencegah wisatawan baru masuk ke kawasan berisiko. Kantor pariwisata setempat menyebut langkah ini “sementara namun diperlukan” demi keselamatan publik.
Sementara itu, otoritas meteorologi China menyebut fenomena badai ini tidak biasa untuk bulan Oktober, yang biasanya menjadi musim pendakian puncak karena langit cerah dan suhu relatif stabil.
Namun, perubahan pola cuaca akibat anomali iklim global dan pemanasan suhu di kawasan Himalaya diduga menjadi penyebab munculnya badai ekstrem secara mendadak.
Baca juga : Emas dan Nikel Cuan Lagi, Saham MDKA, NCKL, dan PSAB jadi Pilihan
Di sisi selatan Everest, wilayah Nepal turut terdampak. Curah hujan ekstrem menyebabkan tanah longsor dan banjir bandang di sejumlah distrik pegunungan. Sedikitnya 47 orang tewas, termasuk 35 korban di Distrik Ilam, sembilan masih hilang, dan tiga meninggal akibat sambaran petir.
Tragedi ini menjadi peringatan keras tentang risiko ekstrem di kawasan Himalaya, yang semakin meningkat akibat perubahan iklim global.
Pemerintah China dan Nepal kini berkoordinasi untuk memantau kondisi cuaca lintas perbatasan, sekaligus menyiapkan jalur bantuan darurat bagi para pendaki yang masih tertahan di gunung tertinggi dunia tersebut.

Amirudin Zuhri
Editor
