Aset Tembus Rp14,8 Triliun, akankah Superbank Layak Diborong Saat IPO?
- Kinerja Superbank melonjak dari 2022–2025, dengan pertumbuhan aset 270% dan kredit lebih dari 780%. Bank digital ekosistem Grab–OVO kini siap IPO.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - PT Super Bank Indonesia Tbk (Superbank), bank digital yang berada dalam ekosistem Grab dan OVO, untuk pertama kalinya mencatatkan laba pada semester I-2025. Keberhasilan ini muncul di tengah ekspansi agresif dan rencana perusahaan untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham perdana (IPO).
Superbank merilis laporan keuangan terbaru dalam dokumen Ringkasan Prospektus, yang memperlihatkan pertumbuhan aset dan kredit yang sangat pesat sepanjang tiga tahun terakhir.
Dalam rentang akhir 2022 hingga pertengahan 2025, aset Superbank melonjak dari Rp3,99 triliun menjadi Rp14,87 triliun. Kredit yang diberikan juga meningkat drastis dari Rp938 miliar menjadi Rp8,34 triliun.
Sementara itu, simpanan nasabah tumbuh lebih dari 20 kali lipat dari Rp370,8 miliar (2022) menjadi Rp8,42 triliun (2025).
Kinerja impresif ini mulai membuahkan hasil. Setelah menanggung kerugian besar selama tiga tahun berturut-turut, Superbank akhirnya mencatat laba bersih Rp20,5 miliar pada 30 Juni 2025, membalikkan kerugian sebesar Rp366,3 miliar pada 2024.
Baca juga : Update Harga Sembako di Jakarta Hari Ini 9 Desember 2025
perkembangan kinerja keuangan Superbank
Periode 2022
- Total Aset: Rp3,99 triliun
- Kredit Diberikan: Rp938 miliar
- Simpanan Nasabah: Rp370,8 miliar
- Rugi Bersih: (Rp155,1 miliar)
Periode 2023
- Total Aset: Rp5,55 triliun
- Kredit Diberikan: Rp2,92 triliun
- Simpanan Nasabah: Rp921,7 miliar
- Rugi Bersih: (Rp385,1 miliar)
Periode 2024
- Total Aset: Rp11,39 triliun
- Kredit Diberikan: Rp6,42 triliun
- Simpanan Nasabah: Rp4,94 triliun
- Rugi Bersih: (Rp366,3 miliar)
Periode Juni 2025
- Total Aset: Rp14,87 triliun
- Kredit Diberikan: Rp8,34 triliun
- Simpanan Nasabah: Rp8,42 triliun
- Laba Bersih: Rp20,5 miliar
Pertumbuhan pendapatan bunga menjadi pendorong utama profitabilitas. Hingga Juni 2025, pendapatan bunga bersih bank naik 170,7% (yoy), sementara pendapatan bunga kredit mencatat lonjakan 310,5% (yoy).
Ketergantungan pada Ekosistem Grab dan OVO
Superbank mengandalkan strategi akuisisi berbasis ekosistem digital. Menurut prospektus yang dipaparkan, 64,4% nasabah Superbank berasal dari integrasi aplikasi Grab, sedangkan sebagian lainnya diperoleh melalui kerja sama dengan OVO.
Model ini memungkinkan biaya akuisisi nasabah yang efisien, namun perusahaan secara terbuka mengakui adanya risiko ketergantungan. Perubahan kebijakan bisnis atau teknis dari mitra dapat berdampak material terhadap pertumbuhan bank.
Baca juga : Hutan Tropis RI, Aset Lawan Pemanasan Global yang Makin Terkikis
Superbank juga mencatat BOPO 96,65%, menunjukkan struktur biaya masih berat dan profitabilitas jangka panjang belum sepenuhnya stabil.
Prospektus Superbank menyebutkan 32 risiko material, beberapa di antaranya paling krusial:
- Sejarah Rugi Berkelanjutan – Total kerugian tiga tahun terakhir mencapai lebih dari Rp900 miliar.
- Risiko Kredit – Rasio NPL bruto Superbank berada di angka 2,7% (Juni 2025).
- Kebutuhan Modal Tambahan – Perusahaan berpotensi membutuhkan suntikan modal untuk mempertahankan pertumbuhan kredit.
- Risiko Konsentrasi Model Bisnis – Keterikatan pada platform Grab/OVO menjadi pedang bermata dua.
Superbank berencana menawarkan hingga 4,41 miliar saham baru atau setara 13% dari modal setelah IPO, dengan harga indikatif Rp525 - Rp695 per saham. Jika menggunakan harga tertinggi, perusahaan bisa meraup hingga Rp3,06 triliun.
Dana hasil IPO 70% (Rp2,14 triliun) akan digunakan sebagai modal kerja dan penyaluran kredit. Kemudian 30% (Rp920 miliar) digunakan untuk belanja modal, pengembangan teknologi, dan infrastruktur.
Superbank juga mengumumkan rencana pembagian dividen maksimal 85% dari laba, namun dividen baru diproyeksikan mulai dibagikan dari laba tahun buku 2029, mengingat perusahaan masih fase ekspansi.
Secara strategis, Superbank menempatkan diri sebagai bank digital dengan pasar besar, pengguna Grab, OVO, serta segmen UMKM dan underbanked. Produk kredit andalan seperti Pinjaman Atur Sendiri (PAS) tumbuh lebih dari 130% dalam enam bulan terakhir.
Superbank kini memasuki fase pertumbuhan penting: dari “burning cash” menuju profit. Dengan pendanaan IPO hingga Rp3 triliun, perusahaan memiliki peluang memperkuat posisinya di tengah persaingan bank digital yang semakin ketat.
Namun bagi investor, saham Superbank tetap merupakan high risk – high growth, dengan potensi imbal hasil menarik jika transformasi digital bank ini berhasil dieksekusi jangka panjang.

Amirudin Zuhri
Editor
