Arcandra: Permintaan Minyak Dunia Masih Naik Meski EV Tumbuh
- Arcandra Tahar menegaskan bahwa pertumbuhan EV belum mampu menurunkan konsumsi minyak global yang kini mencapai 102–103 juta barel per hari.

Muhammad Imam Hatami
Author


Komisaris Perusahaan Gas Negara (PGN), Archandra Tahar. Foto: doc. TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID - Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, menyoroti kenyataan bahwa transisi menuju kendaraan listrik (EV) belum mampu secara signifikan menekan permintaan minyak dunia. Menurutnya, meskipun adopsi EV terus meningkat, kebutuhan global terhadap minyak masih menunjukkan tren naik.
“Di tahun 2019, kebutuhan minyak dunia itu 100 juta barrel per day. Waktu COVID-19, dunia berhenti bergerak, tapi turun cuma 10%. Sekarang sudah balik ke 102–103 juta barrel per day. Belum ada tanda-tanda turun.” ujar Arcandra dalam podcast Forum Keadilan TV.
Arcandra menjelaskan bahwa berdasarkan data yang ia peroleh, kendaraan listrik sejauh ini baru menggantikan sekitar 6 juta barrel minyak per hari, sedangkan permintaan energi global justru naik sekitar 10 juta barrel per hari dari baseline saat ini.
“EV itu hanya menggantikan sekitar 6 juta barrel per day. Hanya 6 juta, sementara kenaikannya 10 juta. Jadi kalau kita bilang mobil listrik akan sepenuhnya menggantikan mobil bensin dalam waktu dekat, itu belum terlihat,” tegasnya.
Ia menyatakan bahwa meskipun dunia tengah menetapkan target net zero emission pada 2050 atau 2060, minyak dan gas tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai industri “sunset” karena perannya masih sangat penting dalam memenuhi kebutuhan energi global selama masa transisi menuju energi bersih.
“Kapan orang bilang oil and gas ini industri sunset? Coba bayangkan, petrochemical itu dari mana? Dari minyak. Bisa nggak renewable energy ganti baju kita, setir mobil, dashboard?” ujarnya.
Transformasi EV
Sementara itu, Vietnam mengambil langkah agresif untuk mempercepat transisi menuju kendaraan listrik. Pemerintah Hanoi mengumumkan akan melarang sepeda motor dan skuter bermesin bensin di pusat kota mulai 1 Juli 2026, khususnya di kawasan Ring Road 1.
Tahap berikutnya akan diperluas ke Ring Road 2 pada 2028 dan Ring Road 3 pada 2030, sebagai bagian dari upaya menekan polusi udara dan mempercepat peralihan ke kendaraan listrik.
Kebijakan ini telah mendorong lonjakan signifikan pada penjualan kendaraan listrik. Produsen lokal seperti VinFast mencatat penjualan 234.536 unit e-skuter dan e-bike dalam sembilan bulan pertama 2025, meningkat sekitar 489% dibanding tahun sebelumnya.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan baru, seperti beban ekonomi bagi masyarakat berpendapatan rendah yang masih mengandalkan motor bensin, serta keterbatasan infrastruktur pengisian daya.
Berbeda dengan Vietnam, Indonesia memilih strategi transisi energi yang lebih bertahap. Pemerintah belum berencana melarang kendaraan bensin, melainkan fokus pada insentif fiskal dan pengembangan industri lokal.
Penjualan kendaraan listrik di Indonesia tercatat naik menjadi 27.616 unit pada kuartal I 2025, meningkat dari 19.260 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pangsa pasar EV juga terus tumbuh, dari sekitar 9% pada 2023 menjadi 15% pada 2024, dan diperkirakan mencapai 29% pada 2030.
Pemerintah memberikan pembebasan PPN dan PPnBM bagi kendaraan listrik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40%, serta memperkuat rantai pasok baterai dengan memanfaatkan cadangan nikel melimpah.
Kebijakan Vietnam mencerminkan optimisme bahwa peralihan ke kendaraan listrik dapat mempercepat dekarbonisasi sektor transportasi. Namun, seperti yang diingatkan Arcandra Tahar, pertumbuhan EV dunia masih jauh dari cukup untuk menggantikan konsumsi minyak dalam waktu dekat.
“Sekarang kita di 102, 103 juta barrel per day, dan di 2030–2035 diperkirakan bisa tembus 110 juta. Belum ada tanda-tanda untuk turun,” ujarnya.
Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa transisi energi memerlukan pendekatan realistis dan terintegrasi, tidak hanya mengganti mesin bensin dengan baterai, tetapi juga membangun ekosistem industri, infrastruktur, dan kebijakan yang mendukung transformasi jangka panjang.

Chrisna Chanis Cara
Editor
