Nasional

Akankah Perdamaian Suriah-AS Jadi Awal Keretakan Hubungan AS-Israel?

  • Israel menolak keras pencabutan sanksi terhadap Suriah, terutama karena figur Sharaa sendiri dianggap kontroversial dan berpotensi mengancam keamanan regional.
trump sharaa.jpg

RIYADH - Pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan Presiden Interim Suriah, Ahmed al-Sharaa di Riyadh, Arab Saudi, bukan hanya mencetak momen diplomatik penting dalam sejarah Timur Tengah. Namun, langkah mengejutkan Trump yang mencabut sanksi terhadap Suriah justru menimbulkan riak ketegangan baru, terutama dengan sekutu lamanya, Israel.

Keputusan Trump untuk mendukung pemerintahan baru Suriah dan membuka peluang normalisasi hubungan, termasuk ajakan agar Suriah bergabung dalam Abraham Accords, dinilai sebagai langkah ambisius untuk mengakhiri keterasingan Suriah dari komunitas internasional. 

Trump bahkan memuji Sharaa, yang dulunya adalah tokoh militan Islamis sebagai "pria muda yang menarik dan tangguh". Namun, langkah ini langsung mendapat tentangan keras dari Tel Aviv.

“Pria muda yang menarik, pria tangguh yang memiliki kesempatan nyata untuk bangkit,” jelas Trump dalam pernyataannya setelah bertemu dengan pemimpin Suriah di Arab Saudi, dikutip newsweek, Kamis, 15 Mei 2025.

Israel Mencak-mecak

Israel menolak keras pencabutan sanksi terhadap Suriah, terutama karena figur Sharaa sendiri dianggap kontroversial dan berpotensi mengancam keamanan regional. 

Sharaa, menurut Israel, terlibat dalam kekejaman terhadap komunitas Druze dan memiliki latar belakang yang membahayakan stabilitas perbatasan utara Israel. 

Konsul Jenderal Israel di New York, Ofir Akunis, menyebut Sharaa sebagai ancaman serius dan mendesak AS serta negara Barat lainnya untuk tidak melunak terhadap rezim baru Damaskus.

"Kami melindungi komunitas Druze di Suriah," ujar Akunis.

Lebih jauh, ketegangan ini memunculkan tanda-tanda keretakan dalam hubungan AS-Israel yang selama ini dikenal sangat erat. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan dikabarkan meminta Trump mempertahankan sanksi terhadap Suriah, namun permintaan itu ditolak. 

Dalam beberapa kesempatan, Trump juga menunjukkan perbedaan pendekatan dengan Netanyahu, termasuk dalam isu Palestina, Iran, dan kini Suriah.

Meski keduanya membantah adanya friksi secara terbuka, dinamika ini memperlihatkan pergeseran besar dalam prioritas kebijakan luar negeri AS di bawah Trump.

Pencabutan Sanksi Disambut Gegap Gempita

Sementara itu, sejumlah negara Teluk seperti Arab Saudi dan Qatar menyambut baik langkah Trump. Di Qatar, Trump bahkan mengamankan kesepakatan investasi ratusan miliar dolar, termasuk pembelian 210 pesawat Boeing oleh Qatar Airways. 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menyatakan dukungannya terhadap Sharaa dan pencabutan sanksi, serta menawarkan peran sebagai mediator dalam konflik Gaza dan perang Rusia-Ukraina.

“Menunjukkan bahwa keputusan Presiden AS Trump untuk mencabut sanksi terhadap Suriah memiliki arti penting secara historis, Presiden Erdoğan menyuarakan keyakinannya bahwa keputusan ini akan menjadi contoh bagi negara-negara lain yang memberlakukan sanksi, ” jelas Kantor kepresidenan Turki dalam rilis resminya.

Langkah Trump memperkuat posisi Suriah di kancah diplomatik berpotensi mempercepat rekonstruksi dan kembalinya pengaruh negara tersebut di Timur Tengah. 

Di sisi lain, kebijakan ini juga membuka babak baru ketegangan antara AS dan Israel, dua negara yang selama ini hampir selalu sejalan dalam urusan Timur Tengah.

Dengan langkah Trump yang kini mengambil jalur unilateral, berbicara langsung dengan Hamas untuk pembebasan sandera, dan melanjutkan negosiasi dengan Iran tanpa restu Netanyahu, muncul pertanyaan besar, apakah era "hubungan spesial" antara AS dan Israel sedang mengalami retakan yang serius?