AI Geser Banyak Pekerjaan, Startup Justru Pacu Inovasi Lintas Industri
- Laporan AWS ungkap 52% startup Indonesia adopsi AI, ungguli korporasi yang masih fokus otomatisasi. AWS peringatkan risiko “ekonomi dua tingkat” jika inovasi tak merata.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Adopsi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia terus melonjak, namun mayoritas penggunaannya masih sebatas otomatisasi proses. Laporan terbaru Amazon Web Services (AWS) dan Strand Partners menunjukkan bahwa startup menjadi motor utama inovasi, sementara korporasi besar tertinggal di tahap pemanfaatan dasar.
Menurut riset tersebut, 52% startup di Indonesia telah mengadopsi AI, dibandingkan 41% korporasi. Lebih signifikan lagi, 34% startup telah meluncurkan produk atau layanan baru berbasis AI, sementara hanya 21% korporasi yang melakukan hal serupa.
“Startup lebih gesit bereksperimen tanpa terhambat birokrasi, sedangkan korporasi terkendala defisit tenaga ahli dan alokasi besar untuk kepatuhan regulasi,” tulis laporan itu.
Sebanyak 57% pelaku usaha mengaku kekurangan SDM terampil di bidang AI, dan 25% anggaran korporasi terserap untuk memenuhi persyaratan regulasi.
Baca juga : Manusia Makin Kecanduan AI, 700 Juta Orang Gunakan ChatGPT per Minggu
Pekerjaan Terdampak AI
Laporan tersebut juga memetakan sektor pekerjaan yang paling terdampak oleh otomatisasi AI. Di sektor startup, teknologi chatbot seperti Kata.ai dan Bahasa.ai mengotomatisasi hingga 80% layanan pelanggan, sementara analisis media sosial otomatis menggantikan proses pelaporan manual.
Di sektor korporasi, penerapan AI pada optimasi logistik dan manajemen stok mampu menghemat waktu proses hingga 74%, seperti yang dicapai BMW Indonesia. Di bidang keuangan, Akulaku memanfaatkan analisis risiko kredit real-time yang mengurangi kebutuhan akan analis junior. Profesi lain yang dinilai rentan meliputi drafter arsitektur, penempatan iklan luar ruang, dan analis data tingkat dasar.
Riset ini juga memproyeksikan perubahan besar di berbagai industri jika AI dimanfaatkan secara optimal. Di sektor kesehatan, teknologi diperkirakan akan mampu memantau gejala, memberikan rekomendasi pengobatan personal, dan bahkan memprediksi wabah berdasarkan data genomik.
Di pertanian dan peternakan, AI dapat digunakan untuk memprediksi cuaca dan penyakit tanaman serta memantau kesehatan ternak melalui integrasi IoT seperti yang dilakukan Pitik.
Di sektor keuangan, agentic AI berpotensi mengotomatisasi investasi melalui analisis pasar berbasis multi-agent, sementara di pendidikan, kurikulum personal dan tutor virtual berbasis NLP canggih diperkirakan akan semakin populer.
Baca juga : Ketika ChatGPT Masuk Kabinet, Pro-Kontra AI dalam Kepemimpinan Politik
AWS memperingatkan potensi terciptanya “ekonomi dua tingkat” jika hanya segelintir bisnis berbasis teknologi yang tumbuh pesat, meninggalkan mayoritas pelaku usaha di belakang.
Untuk menghindari skenario tersebut, laporan ini merekomendasikan program pelatihan dan reskilling tenaga kerja secara masif, pembentukan regulasi pro-inovasi seperti regulatory sandbox, serta peningkatan kolaborasi antara korporasi dan startup melalui inisiatif seperti AWS Generative AI Accelerator yang menawarkan kredit hingga US$1 juta bagi startup terpilih.
Peta jalan pengembangan AI Indonesia 2025–2030 meliputi pembangunan pusat data nasional berbasis cloud, pembentukan pusat riset AI di universitas, dan program literasi AI untuk UMKM. Targetnya, adopsi AI transformasional meningkat dari 10% menjadi 30% pada 2027 dan kesenjangan inovasi antara startup dan korporasi menyusut 50%.

Muhammad Imam Hatami
Editor
