Adu Strategi Raja Batu Bara: BUMI Vs UNTR di Tambang Emas
- BUMI dan UNTR adu strategi akuisisi tambang emas di tengah harga emas tembus US$4.000. Siapa yang paling agresif dan berpotensi untung besar?

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Tren demam emas memasuki babak baru. Dua raksasa tambang yang selama ini identik dengan batu bara, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT United Tractors Tbk (UNTR), kini terlibat dalam persaingan strategis untuk menjadi pemain penting di sektor emas.
Keduanya sama-sama menyiapkan dana triliunan rupiah demi mengakuisisi ‘harta karun’ emas baru. Aksi korporasi jumbo ini dilakukan di tengah harga emas dunia yang terus meroket dan kini stabil di atas US$4.000 per troy ons.
Langkah tersebut menjadi sinyal kuat bahwa era diversifikasi dari ‘emas hitam’ menuju ‘emas kuning’ kini berlangsung masif. Lantas, seperti apa strategi akuisisi kedua raksasa ini, dan siapa yang dinilai paling agresif? Mari kita bedah manuver mereka.
1. Manuver BUMI
BUMI, di bawah kepemimpinan Adika Nuraga Bakrie, bergerak cepat dengan mengakuisisi 100% saham Wolfram Limited (WFL), perusahaan tambang emas dan tembaga di Australia. Total nilai transaksi akuisisi ini mencapai Rp698,98 miliar.
Pembayaran tahap pertama sebesar Rp696,7 miliar telah dilakukan pada 7 Oktober 2025. BUMI menargetkan bisa langsung tancap gas. Perseroan berharap tambang ini sudah bisa berproduksi dalam satu atau dua tahun ke depan.
“Dengan selesainya transaksi ini, Bumi Resources mengambil langkah penting dalam perjalanan diversifikasinya,” ujar Presiden Direktur BUMI, Adika Nuraga Bakrie dalam keterangannya pada Rabu, 8 Oktober 2025.
2. Manuver UNTR
Di sisi lain, UNTR melakukan manuver yang jauh lebih besar dari sisi nilai. Melalui anak usahanya, perusahaan Grup Astra ini mengakuisisi PT Arafura Surya Alam (ASA), pengelola tambang emas Doup di Sulawesi Utara, dengan nilai transaksi fantastis mencapai US$540 juta atau sekitar Rp8,8 triliun.
Namun, berbeda dengan BUMI, UNTR tampaknya lebih sabar. Investor Relations UNTR, Ari Setiawan, menjelaskan bahwa setelah akuisisi, mereka masih harus membangun pabrik pengolahan. Produksi emas dari tambang ini diharapkan baru akan dimulai pada tahun 2028.
“Setelah diakuisisi, rencana kami adalah membangun processing plant dan infrastruktur pendukungnya untuk mencapai target produksi,” kata Ari dalam sebuah workshop pada 25 September 2025 lalu.
3. Adu Skala Produksi: Siapa Lebih Unggul?
Jika diadu, target produksi UNTR dari tambang Doup memang terlihat lebih besar. Dengan pabrik berkapasitas 3 juta ton bijih per tahun, produksi emasnya diharapkan bisa mencapai 140.000 hingga 155.000 ons per tahun.
Sementara itu, BUMI belum merilis target produksi spesifik dari tambang Wolfram. Namun, dengan fokus pada produksi jangka pendek, aset ini diharapkan bisa lebih cepat memberikan kontribusi pendapatan bagi perusahaan.
4. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, langkah diversifikasi kedua raksasa ini memang sangat positif. Namun, kunci utama yang akan menentukan keberhasilan investasi ini di masa depan adalah satu hal: keberlanjutan dari tren kenaikan harga emas global.
Sehebat apapun strategi akuisisi atau seefisien apapun operasional tambang, profitabilitas dari aset-aset baru ini pada akhirnya akan sangat bergantung pada harga jual komoditasnya. Jika harga emas terus menguat, maka keuntungan besar sudah di depan mata.
Dengan harga emas yang kini stabil di atas US$4.000 dan diprediksi masih akan lanjut naik, prospeknya memang terlihat sangat cerah. Namun, investor perlu terus mencermati setiap dinamika makroekonomi global yang dapat memengaruhi pergerakan harga emas.

Alvin Bagaskara
Editor
