7 Tren Perjalanan yang Diprediksi Mendominasi Tahun 2026
- Mulai dari “quietcations,” perjalanan yang dibentuk oleh algoritma, hingga pelarian off-grid yang anti-Instagram, semua tren ini muncul sebagai jawaban atas tekanan hidup modern yang semakin besar. Inilah tren perjalanan yang diperkirakan akan mendominasi tahun 2026.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Data dari kelompok hotel ternama dunia, perusahaan perjalanan, dan para peramal tren menunjukkan bahwa tahun 2026 akan menjadi masanya pelarian sunyi, itinerary yang dibentuk algoritma, retret super-personal, serta kembalinya gaya bepergian yang lebih lambat dan penuh kesadaran.
Para analis, ahli perilaku, dan perusahaan wisata telah mengumpulkan data selama beberapa bulan terakhir untuk memetakan ke mana arah industri perjalanan bergerak.
Mulai dari “quietcations,” perjalanan yang dibentuk oleh algoritma, hingga pelarian off-grid yang anti-Instagram, semua tren ini muncul sebagai jawaban atas tekanan hidup modern yang semakin besar. Inilah tren perjalanan yang diperkirakan akan mendominasi tahun 2026.
Tren Perjalanan yang Diprediksi Mendominasi Tahun 2026
Dilansir dari BBC, berikut tren perjalanan yang diprediksi mendominasi tahun 2026:
1. Quietcations: Keheningan Jadi Komoditas Baru
Satu tren yang diperkirakan akan sangat menonjol tahun 2026 adalah “quietcations” atau disebut juga Hushpitality, liburan yang mengedepankan kenyamanan, keheningan, dan upaya menjauh sejenak dari tekanan hidup modern yang terus menumpuk.
Di era ketika budaya digital tak pernah berhenti dan berbagai peristiwa dunia terus membanjiri kita secara real time, tidak mengherankan jika banyak orang merasa perlu untuk melepaskan diri.
2. Gen AI Menghapus Repotnya Perjalanan
Pada 2026, penggunaan AI dalam dunia perjalanan hampir pasti akan semakin meluas. Riset dari Amadeus menunjukkan semakin banyak pelancong yang memanfaatkan generative AI untuk merencanakan perjalanan. Dengan perusahaan besar seperti Expedia dan Booking.com yang mulai mengintegrasikan alat seperti ChatGPT, kini semakin mudah bagi teknologi untuk mengatur liburanmu.
Ditambah dengan fitur terjemahan real-time dan check-in digital lewat ponsel, teknologi perlahan menghapus berbagai urusan administratif yang dulu melekat pada proses bepergian.
Namun, berkembangnya AI juga menghadirkan tantangan. Para pakar keberlanjutan memperingatkan rekomendasi berbasis algoritma dapat memicu overtourism, karena wisatawan diarahkan ke destinasi yang sama secara berulang. Selain itu, teknologi ini juga berada di balik meningkatnya penipuan perjalanan, sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan bijak.
3. Liburan Tanpa Pilihan
Entah disebut kelelahan mengambil keputusan, rasa malas, atau kesenangan saat membiarkan orang lain menentukan segalanya, tren perjalanan yang membuat tamu tidak perlu mengambil keputusan apa pun semakin meningkat.
Di Kepulauan Faroe, pilihan sengaja dibatasi demi keberlanjutan melalui inisiatif mobil swayangada. Sementara di berbagai belahan dunia lainnya, pendekatan ini digunakan untuk menciptakan liburan yang benar-benar menenangkan.
Di Mendoza, Argentina, Winemaker’s House & Spa Suites milik Susana Balboa memperkenalkan paket perjalanan misteri yang dirancang untuk menghilangkan stres saat merencanakan perjalanan dan menghadirkan kejutan yang telah dikurasi dengan baik bagi para tamu.
Dalam industri kapal pesiar, perjalanan misteri di mana penumpang naik tanpa mengetahui rute yang akan ditempuh juga semakin digemari.
Laporan tren dari perusahaan PR perjalanan Lemongrass mencatat jenis pelarian terkurasi seperti ini mencerminkan meningkatnya kelelahan dalam mengambil keputusan serta beban kognitif akibat harus membuat banyak keputusan kecil, baik di rumah maupun saat bepergian.
4. Road Trip Kembali Diminati
Menurut Hilton’s 2026 Trends Report, perjalanan darat diprediksi akan kembali menjadi favorit pada tahun 2026. Laporan tersebut mencatat tagar #RoadTrip telah digunakan lebih dari 5,9 juta kali di seluruh dunia, menandakan wisatawan kembali menemukan pesona perjalanan menyusuri jalan raya.
Meski spesialis liburan berkendara seperti Hunter Moss tengah mengemas ulang konsep road trip klasik menjadi pengalaman mewah yang mana menggabungkan santapan berkelas Michelin dengan persinggahan gaya hidup pilihan, banyak wisatawan justru memilih berkendara karena alasan yang jauh lebih sederhana, biaya.
5. Hiper-Individualitas: Wisata yang Benar-benar Personal
Masa ketika semua orang memesan perjalanan yang sama kini sudah berlalu, industri pariwisata bergerak pengalaman yang sangat personal. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai tur khusus yang dirancang untuk tahap kehidupan atau situasi tertentu.
Mulai dari tur perceraian, retret menopause, retret duka cita, hingga perjalanan minat khusus seperti liburan olahraga raket atau tur penggemar serangga.
6. Wisata Off-Grid: Anti-Instagram dan Lebih Otentik
Semakin banyak wisatawan mulai menjauhi tempat yang terlalu populer dan mencari pengalaman anti-mainstream. Akibatnya, destinasi terpencil semakin diminati, dengan meningkatnya ketertarikan pada daerah seperti misalnya Toledo di Spanyol, Brandenburg di Jerman, dan bahkan Irak bagi para pelancong yang lebih berani.
Di Inggris, tren ini mendorong wisatawan untuk meninggalkan wilayah wisata utama seperti Cotswolds dan Cornwall, dan beralih ke daerah yang jarang dikunjungi seperti Northumberland, Wales, dan Somerset, menurut laporan dari Lemongrass.
7. Budaya Mengalahkan Hedonisme
Didorong sebagian oleh tren #BookTok, perjalanan bertema sastra diperkirakan akan terus berkembang pada 2026, bersama tren serupa yaitu set-jetting, perjalanan yang terinspirasi dari film dan serial TV. Hotel-hotel di seluruh dunia, bahkan di destinasi yang lebih dikenal karena kehidupan malamnya, mulai ikut meramaikannya.
Dari Ibiza hingga Madrid, para tamu dapat menemukan berbagai pengalaman baru, mulai dari koleksi buku langka, retret membaca, perpustakaan di tepi kolam renang, hingga penginapan dengan tema khusus.
Beberapa destinasi diprediksi akan menjadi favorit tahun depan: Cornwall, lokasi syuting serial Harry Potter terbaru; Yorkshire Moors, latar film Wuthering Heights karya Emerald Fennell; dan Yunani, berkat adaptasi The Odyssey oleh Christopher Nolan.
Bina memandang tren ini sebagai bentuk pelarian modern. “Di masa perubahan cepat atau krisis, kita mencari pelarian ke dunia fiksi untuk menjelajahi ketakutan dan keinginan kita,” ujarnya.

Distika Safara Setianda
Editor
