7 Maskapai Langgar Oligopoli Tarif Tiket Pesawat
JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan tujuh maskapai penerbangan udara nasional terbukti melakukan pelanggaran tarif tiket pesawat. Ketujuh maskapai dinyatakan melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri. KPPU menyatakan maskapai melanggar larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak […]

Sukirno
Author


Pesawat Garuda Indonesia. / Garuda-indonesia.com
(Istimewa)JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan tujuh maskapai penerbangan udara nasional terbukti melakukan pelanggaran tarif tiket pesawat.
Ketujuh maskapai dinyatakan melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri. KPPU menyatakan maskapai melanggar larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, terutama terkait penetapan harga tiket pesawat pada 2018-2019.
Tujuh maskapai penerbangan itu adalah Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, Nam Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Air. Secara berturut-turut, maskapai tersebut sebagai terlapor 1-7.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Persidangan Majelis Hakim KPPU menilai telah terjadi kesepakatan antar maskapai dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.
Juru Bicara Menteri Perhubungan Adita Irawati mengatakan Kementerian Perhubungan menghormati putusan KPPU. Sejak awal proses, Kemenhub menyambut positif langkah KPPU tersebut dalam rangka menerapkan praktik persaingan yang sehat di dunia penerbangan.
Menurut dia, hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Kemenhub diamanahkan untuk menerapkan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) sebagai pertimbangan pemenuhan aspek keselamatan, perlindungan konsumen, dan menghindari persaingan tidak sehat antar badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi.
“Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak, termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri asuransi serta efisiensi nasional,” kata dia dilansir Antara, Rabu, 24 Juni 2020.
Kemenhub sepanjang 2019 telah melakukan evaluasi kebijakan TBA yang sebelumnya adalah Peraturan Menteri (PM) 14/2016 menjadi PM 20/2019. Penerapan TBA tersebut dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan juga keberlangsungan industri penerbangan.
Di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini, stakeholders penerbangan termasuk maskapai menunjukkan dukungan untuk melayani kebutuhan transportasi udara.
Meskipun penerbangan dilakukan dengan keharusan untuk menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak, yang tentu berdampak pada okupansi, namun pelayanan penerbangan tetap dilakukan dengan tarif yang sama seperti sebelumnya sesuai dengan KM 106/2019.
“Langkah ini kami apresiasi, sebab kami tahu stakeholder penerbangan termasuk sektor yang sangat terdampak di masa pandemi ini,” kata Adita.

Tanggapan Garuda dan Lion Air
Sementara itu, maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., mengaku menghormati hasil putusan KPPU.
“Perlu kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada 2019,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam keterangan resmi.
Irfan menyadari iklim usaha yang sehat menjadi fondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing.
Untuk itu, saat ini Garuda Indonesia termasuk anak usahanya, PT Citilink Indonesia, memastikan senantiasa memperkuat komitmen dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis, dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.
“Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat,” tegasnya.
Terpisah, manajemen PT Lion Mentari Airlines sebagai perusahaan pemilik maskapai Lion Air, Batik Air, dan Wings Air, menjelaskan perhitungan tarif pesawat setelah dinyatakan bersalah oleh KPPU.
Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro mengatakan pihaknya tetap menjual harga tiket pesawat masih sesuai dengan aturan regulator PM 106/2019 tentang TBA dan TBB.
“Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerja sama dan menentukan dengan lain di luar perusahaan. Formulasi penghitungan yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai,” ujarnya pada kesempatan berbeda.
Misalnya, rute pesawat baling-baling Alor-Kupang untuk TBA Rp802.000 dan TBB Rp281.000. Sedangkan, untuk rute pesawat jet Denpasar-Surabaya TBA Rp638.000 dan TBB Rp223.000.
Lebih rinci, Danang menjelaskan bahwa ada lima komponen yang digunakan dalam memformulasikan harga jual tiket baik untuk rute sekali jalan (one way) maupun penerbangan langsung (non-stop).
Pertama, yaitu tarif angkutan udara atau fluktuasi dalam koridor tarif batas atas dan bawah. Kedua, pajak yakni biaya pajak yang dikenakan sebesar 10% dari tarif yang ditentukan.
Ketiga, iuran wajib asuransi atau iuran wajib Jasa Raharja. Keempat, Passenger Service Charge (PSC) atau atau pajak bandara yang besarannya mengikuti bandar udara terkait.
Diketahui, PSC termasuk ke dalam komponen harga tiket sehingga tarif PSC akan mempengaruhi pada harga tiket. Kelima, biaya tambahan (subcharge) jika ada.
“Lion Air Group menerapkan harga jual tiket pesawat udara penumpang berada antara tarif batas atas dan tarif batas bawah (sesuai koridor ketentuan),” jelas Danang.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Lion Air sejalan dengan keputusan KPPU yang menyatakan tujuh maskapai terbukti melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Pasal itu berbunyi: “(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”
Dalam sidang terbuka yang dilaksanakan Selasa, 23 Juni 2020, majelis hakim KPPU membacakan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999.
“KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut,” tulis KPPU.
Perkara ini bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia. KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly).
Hal itu karena industri penerbangan terbagi dalam tiga grup, yakni grup Garuda, grup Sriwijaya, dan grup Lion yang menguasai lebih dari 95% pangsa pasar. Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit di industri penerbangan. (SKO)
