5 Saham Multibagger 2025: UDNG hingga BUVA
- Saham UDNG hingga BUVA naik ribuan persen. Cek profil pemilik dan risiko di balik lonjakan harga tak wajar 5 emiten ini.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Anomali ekstrem melanda lantai bursa saham sepanjang tahun berjalan 2025 ini. Lima emiten dari sektor agro-maritim hingga properti mencatat kenaikan harga yang tak masuk akal. Fenomena ini menjadi sorotan tajam karena terjadi di tengah kinerja fundamental perusahaan yang justru stagnan.
Lonjakan harga tidak wajar ini memicu tanda tanya besar mengenai siapa aktor pengendali. Analisis mendalam menunjukkan pola seragam yakni struktur kepemilikan sangat terkonsentrasi pada segelintir pihak. Minimnya porsi publik menjadi celah bagi pihak tertentu untuk mengerek harga dengan modal yang efisien.
Bagi investor ritel fenomena ini bagaikan pedang bermata dua yang mematikan. Di satu sisi menawarkan keuntungan jumbo namun menyimpan risiko banting harga yang sangat besar. Berikut adalah rincian pergerakan lima saham yang meroket ribuan persen tanpa fundamental yang kuat:
1. Fenomena Spekulatif UDNG
Saham PT Agro Bahari Nusantara Tbk (UDNG) mencatatkan kenaikan fantastis dari Rp40 menjadi Rp4.300. Lonjakan harga ini terjadi tanpa adanya katalis fundamental sebanding sehingga memicu peringatan dari bursa. Otoritas bursa bahkan beberapa kali menyematkan status aktivitas pasar tidak wajar pada saham ini.
Pergerakan saham ini lebih mencerminkan aksi spekulatif berbasis momentum daripada transformasi bisnis. Struktur kepemilikannya dikendalikan oleh individu seperti Jose Loupiga Keliat dan Vincent Lukito dengan porsi publik tersebar. Ketiadaan basis fundamental yang kuat menjadikan saham ini sangat berisiko bagi investor pemula.
2. Isu Rights Issue CBRE
PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) turut mengalami lonjakan harga dari Rp50 ke Rp990. Kenaikan ini didorong oleh ekspektasi pasar terhadap rencana rights issue jumbo serta akuisisi aset. Namun perdagangan saham ini sempat dihentikan sementara atau suspensi akibat volatilitas berlebihan.
Emiten ini berada di bawah kendali penuh PT Omudas Investment dengan pemilik akhir Suganto Gunawan. Rencana perubahan struktur permodalan menjadi sentimen utama yang dimanfaatkan pasar untuk mengerek harga saham. Meskipun memiliki narasi ekspansi namun risiko suspensi tetap membayangi pergerakan harga saham energi ini.
3. Pantauan Khusus MGLV dan ATAP
Saham PT Panca Anugrah Wisesa Tbk (MGLV) melesat drastis dari harga Rp90 menjadi Rp2.200. Sementara itu PT Trimitra Prawara Goldland Tbk (ATAP) ikut meroket dari level gocap Rp30 ke posisi Rp650. Keduanya mencatatkan kenaikan harga signifikan meski minim publikasi aksi korporasi strategis kepada publik.
Harga saham justru bergerak semakin agresif setelah keluar dari papan pemantauan khusus otoritas bursa. MGLV dikuasai mayoritas oleh PT Trijaya Wisesa Makmur yang memegang kepemilikan saham hampir 80 persen. Sedangkan ATAP bergerak liar di tengah isu akuisisi yang informasinya belum sepenuhnya transparan.
4. Sentimen Konglomerat BUVA
PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) melesat dari harga Rp39 awal tahun menjadi Rp1.250. Kenaikan harga saham ini didorong oleh sentimen positif rencana rights issue untuk ekspansi bisnis perhotelan. Emiten ini dikendalikan oleh PT Nusantara Utama Investama yang terafiliasi dengan pengusaha Happy Hapsoro.
Kehadiran tokoh bisnis terkemuka sering kali menjadi magnet kuat bagi investor ritel memburu saham. Rencana ekspansi usaha yang didukung pemodal kuat memberikan keyakinan lebih dibandingkan saham gorengan lainnya. Namun investor tetap harus cermat menghitung valuasi wajar agar tidak terjebak membeli di harga pucuk.
5. Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi
Struktur kepemilikan kelima emiten tersebut menunjukkan pola seragam yakni terkonsentrasi pada pihak pengendali. Porsi kepemilikan publik yang relatif kecil membuat saham ini memiliki likuiditas free float yang terbatas. Kondisi ini memudahkan harga saham digerakkan naik atau turun secara ekstrem dengan modal kecil.
Fenomena ini membuktikan bahwa pasar saham Indonesia masih sangat rentan terhadap narasi sesaat. Kenaikan harga yang terlalu cepat tanpa fundamental sering kali mendahului kejatuhan yang sama cepatnya. Investor ritel disarankan untuk memahami profil risiko sebelum terjebak dalam euforia semu saham multibagger.

Alvin Bagaskara
Editor
